Terimakasih Atas Kunjungannya... Semoga bermanfaat

Pages

Thursday, April 2, 2015

Sejarah Wartawan Udin

     Kehidupan wartawan dari masa ke masa selalu berbeda, mereka aan selalu dihadapkan dengan dua pilihan, antara pro atau kontra dengan pemerintah. Khususnya ini terjadi pada masa Orde Baru yang kita tahu sangat mengekang kebebasan pers kala itu. Berita-berita yang akan dimuat di surat kabar harus sesuai dengan kepentingan pemerintah Orde Baru. Bagi surat kabar yang dengan sengaja memuat berita tentang kritikan kepada pemerintah, sudah bisa dipastikan akan mendapat masalah seperti pembredelan, bahkan ada beberapa kasus wartawan yang akhirnya mati dan hilang akibat berita yang berisi kritikan terhadap pemerintah orde baru. Salah satunya seperti kasus yang terjadi pada seorang wartawan bernama Udin.

foto wartawan Udin

     Fuad Muhammad Syafruddin yang lebih akrab dikenal dengan nama Udin adalah seorang wartawan harian Bernas. Ia lahir 18 February 1964 di Bantul, Yogyakarta dan masuk menjadi wartawan harian Bernas pada tahun 1964. Ketika menjadi seorang wartawan Udin banyak menulis tentang berita-berita yang isinya mengkritik pemerintah. Karena banyak dari tulisannya yang berisi tentang kritikan tentang kebijakan pemerintah itulah yang kemudian membuat Udin mati karena dianiaya oleh orang tidak dikenal pada 1996 di depan rumahnya sendiri.
     Udin kerap menulis tentang isu-isu ketidakberesan dan ketidak adilan. Sebagai seorang wartawan, memang tugasnya menulis berita yang ia dapat di lapagan. Investigasi jurnalistik, check and recheck itu berlaku sebagai seorang wartawan. Harian Daerah Bernas di Yogyakarta sering diisi oleh tulisan-tulisannya, bahkan tulisannya juga sering dimuat dihalaman depan.
     Tulisan-tulisan Udin membuka mata para pembacanya mengenai perilaku pemerintah daerah dan membuat resah para pejabat daerah. Yang paling marah adalah Kolonel Sri Roso Sudarmo, yang kala itu menjadi bupati Bantul. Habis-habisan Sri Roso dipermalukan oleh Udin melalui tulisannya dalam kasus pemberitaan praktek klenik dengan janji uang 1 miliar rupiah apabila ia terpilih lagi menjadi Bupati Bantul periode kedua, 1996-2001.
     Tulisannya itu akhirnya terdengar hingga ke Jakara, sampai Sekretaris Jenderal Departemen Dalam Negeri saat itu, Suryatna Subrata menyesalkan sikap yang ditempuh oleh Sri Roso yang masih percaya pada praktek perdukunan dalam proses pemilihan Bupati. Selai itu, Jenderal Hartono (atasan Sri Roso di Angkatan Darat) tak bisa mentolerir tindakan seorang Kolonel apabila benar meminta bantuan dukun untuk memuluskan jabatanyya sebagai bupati.
     Kasus yang beredar lainnya mengenai Sri Roso adalah kasus korupsi dan Kolusi, tapi tidak ditulis oleh Udin di media massa. Sekertaris Jenderal Departemen Dalam Negeri di masa itu, Soedrajat Nataatmadja berpendapat bahwa Sri Roso tidak terkait dengan kasus korupsi dan kolusi di daerah kekuasaannya, tapi Kolonel ini ditegur karena kesalahnnya terlibat kasus perdukuan dalam proses pemilihan Bupati. Udin lebih memilih menulis tentang ketidakberesan berdasarkan fakta dan data yang ia peroleh, seperti kasus sunat dana impres Desa Tertinggal di Bantul dan yang paling menggegerkan adalah Bupati yang ingin terpilih kembali mendatangi dukun dengan menjanjikan uang sebesar 1 Miliar rupiah. Kasus terakhir itu lah yang akhirnya membuat Udin meninggalkan keluarganya untuk selama-lamanya.
     Beberapa tulisan Udin sebelu dia dianiyaya adalah:
  • 3 Kolonel Ikut Ramaikan Bursa Calon Bupati Bantul
  • soal Pencalonan Bupati Bantul: Banyak "Invisible Hand" pengaruhi pencalonan.
  • Di Desa Karangtengah, Imogiri, Bantul, Dana IDT Hanya Diberikan Separo
  • Isak Tangis Warnai Pengosongan Parangtritis.
     Bahkan sampai sekarang kasus Udin ini belum juga berhasil terungkap oleh kepolisian. Udin merupaka wartawan yang cukup berani pada masa itu dengan tulisan-tulisannya yang menulis tentang berita-berita di Bantul. Hal ini diduga meyebabkan pihak-pihak tertentu merasa tersinggung karenanya. Udin kemudian ditemukan luka parah pada bagian kepalanya pada malam hari tanggal 13 Agustus 1996 karena dianiaya dua laki-laki tak dikenal di depan rumahnya, di dusun Gelangan Samalo, jalan parangtritis Km 13 Yogyakarta. Setelah pengaiayaan tersebut, ia segera dibawa ke RS Bethesda Yogyakarta, dioperasi otaknya, namun tidak tertolong. Ia akhirnya meninggal tiga hari kemudian pada tanggal 16 Agustus 1996.
     Kasus Udin menjadi ramai ketika Edy Wuryanto yang menjabat sebagai Kanit Reserse Umum Polres Bantul saat itu meminta sampel darah kepada keluarga Udin untuk dilarung di laut dengan dalih untuk meminta bantuan melalui jalur supranatural. Hal ini dimungkinkan untuk membuang barang bukti tersebut. Bahkan kemudian muncul juga nama Iwik yang disebut-sebut sebagai pelaku penganiayaan, yang ternyata hal itu hanya rekayasa aparat. Iwik dijebak dan dipaksa untuk mengaku sebagai tersangka pembunuhan terhadap Udin.
    Dari kasus Udin diatas perlulah kita untuk berhati-hati dalam setiap pekerjaan kita. Karena setiap pekerjaan memiliki resikonya masing-masing. Semua tergantung cara kita menjalankannya. Tentulah dengan kewajiban yang seharsnya dan sebenar-benarnya pada setiap pekerjaan tersebut.


Terimakasih atas kunjungan anda.... SEMOGA BERMANFAAT.....
Untuk Informasi lainnya.. kunjungi juga Blog saya yang lainya..
http://jogjauncal.blogspot.com/

http://udipawirofalconry.blogspot.com

Sebagai rasa "TERIMAKASIH ANDA" silahkan "Klik" iklan di Blog ini, sebagai donasi anda terhadap Blog ini.
Jadilah pembeca yang cerdas..... :)     

No comments:

Post a Comment